STRESS
Stress suatu kata yang sering sekali
kita dengar bahkan sering kita alami. Dewasa ini orang banyak yang mengalami
stress bahkan anak kecilpun bisa mengatakan sedang mengalami stress itu semua di
akibatkan dengan banyaknya permasalahan yang di alami orang-orang saat ini.
Apakah sebenarnya stress tersebut. Dan memang jika tak terhindarkan tentu kita
harus membekali diri agar dapat menghadapi stress secara sehat, sehingga apapun
tekanan yang terjadi dalam hidup kita, walau menimbulkan stress, tidak akan
mempengaruhi kesehatan jiwa kita secara buruk.
Stress adalah pengalaman emosi
negative dan beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri,
sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat yang disertai oleh perubahan
yang dapat diperkirakan dalam hal biokimia, fisiologis, kognitif, behavorial,
yang tujuannya untuk mengubah peristiwa stressful atau mengakomodasi
Penyebab dari stress yang disebut
dengan istilah stressor bisa merupakan hal yang subyektif maupun obyektif. Ada
peristiwa tertentu menimbulkan stress bagi seseorang namun bagi orang lain hal
tersebut merupakan sesuatu peristiwa yang biasa saja dan dapat dikendalikan
dengan baik. Hal yang membedakan adalah ‘persepsi’. Bagaimana setiap orang
dapat memiliki persepsi yang berbeda atas suatu peristiwa yang terjadi dalam
hidupnya. Namun memang ada beberapa karakteristik peristiwa tertentu yang
rentan menimbulkan stress yaitu :
Ø Peristiwa negative dalam hidup
Ø Peristiwa
dimana kita tidak memiliki kendali
Ø Peristiwa
dimana kita diperhadapkan pada ketidakpastian akan aturan yang ada (ambigu)
Ø Peristiwa
dimana kita menjadi overloaded
Ø Peristiwa dimana hal itu berdampak pada area hidup kita yang
penting
Ada dua pendekatan coping atas
stress yang kita hadapi :
- Problem-focused coping :
Yaitu kita berusaha untuk fokus
menghadapi permasalahan yang membuat kita stress dan melakukan upaya terbaik
agar masalah itu terpecahkan. Saat masalah telah terurai, otomatis stress
hilang.
Contoh
: Saat seorang mahasiswa mengalami penurunan pada nilainya, maka ia akan
memfokuskan segala usahanya untuk menaikan nilainya kembali.
2. Emotion-focused coping :
Yaitu dimana kita deal dengan emosi
yang dialami saat stress melanda. Kita melakukan usaha-usaha yang konstruktif
untuk meregulasi emosi yang dialami karena peristiwa stressful tersebut.
Contoh
: Saat seorang mahasiswa mengalami masalah mengenai penurunan nilainya. Maka ia
akan berusaha untuk mengurangi beban pikirannya, misalnya dengan malakukan
hobinya contohnya dengan bermain futsal.
Ø
Gas ( general adaptasi syndrome )
GAS adalah respon fisiologis dari seluruh
tubuh terhadap stress. Respon ini melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama
sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Beberapa buku menyebutkan GAS sebagai
respon neuro-endokrin. GAS terdiri atas reaksi peringatan , tahap resisten dan
tahap kehabisan tenaga. GAS diuraikan dalam tiga tahapan berikut : reaction
(AR, reaksi cemas).
Selama tahap ini tubuh kita sadar akan penyebab ketegangan dan secara sadar atau tidak sadar dipicu untuk bertindak. Kekuatan pertahanan tubuh dikerahkan dan tingkat yang normal dari perlawanan tubuh menurun. Apabila penyebab ketegangan tersebut cukup keras, tahap ini dapat mengakibatkan kematian. Contohnya adalah luka bakar yang hebat. Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat untuk meningkatkan volume darah dan dengan demikian menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepaskan untuk meningkatkan kadar glukosa darah untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi. Meningkatkan kadar hormon lain seperti efinefrin dan norefinefrin mengakibatkan peningkatan frekwensi jantung, meningkatkan aliran darah ke otot, meningkatkan ambilan oksigen dan memperbesar kewaspadaan mental.
Aktivitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan respon melawan atau menghindar. Curah jantung, ambilan oksigen dan frekwensi pernapsan meningkat, pupil mata berdilatasi untuk menghasilkan bidang visual yang lebih besar, dan frekwensi jantung meningkat untuk menghasilkan energi lebih banyak. Dengan peningkatan kewaspadaan dan energi mental ini, seseorang disipkan untuk melawan atau menghindari stressor.
Selama tahap ini tubuh kita sadar akan penyebab ketegangan dan secara sadar atau tidak sadar dipicu untuk bertindak. Kekuatan pertahanan tubuh dikerahkan dan tingkat yang normal dari perlawanan tubuh menurun. Apabila penyebab ketegangan tersebut cukup keras, tahap ini dapat mengakibatkan kematian. Contohnya adalah luka bakar yang hebat. Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat untuk meningkatkan volume darah dan dengan demikian menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepaskan untuk meningkatkan kadar glukosa darah untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi. Meningkatkan kadar hormon lain seperti efinefrin dan norefinefrin mengakibatkan peningkatan frekwensi jantung, meningkatkan aliran darah ke otot, meningkatkan ambilan oksigen dan memperbesar kewaspadaan mental.
Aktivitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan respon melawan atau menghindar. Curah jantung, ambilan oksigen dan frekwensi pernapsan meningkat, pupil mata berdilatasi untuk menghasilkan bidang visual yang lebih besar, dan frekwensi jantung meningkat untuk menghasilkan energi lebih banyak. Dengan peningkatan kewaspadaan dan energi mental ini, seseorang disipkan untuk melawan atau menghindari stressor.
Ø Faktor-faktor
individual dan sosial yang menjadi penyebab stress :
Ø Sumber-sumber stress didalam diri seseorang
: Kadang-kadang sumber stress itu ada didalam diri seseorang. Salah satunya
melalui kesakitan. Tingkatan stress yang muncul tergantung pada rasa sakit dan
umur inividu(sarafino,1990). Stress juga akan muncul dalam seseorang melalui
penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan, bila seseorang mengalami
konflik. Konflik merupakan sumber stress yang utama.
Ø Sumber-sumber stress di dalam keluarga :
Stress di sini juga dapat bersumber dari interaksi di antara para anggota
keluarga, seperti : perselisihan dalam masalah keuangan, perasaan saling acuh
tak acuh, tujuan-tujuan yang saling berbeda dll. Misalnya : perbedaan keinginan
tentang acara televisi yang akan ditonton, perselisihan antara orang tua dan
anak-anak yang menyetel tape-nya keras-keras, tinggal di suatu lingkungan yang
terlalu sesak, kehadiran adik baru. Khusus pada penambahan adik baru ini, dapat
menimbulkan perasaan stress terutama pada diri ibu yang selama hamil (selain
perasaan senang, tentu), dan setelah kelahiran. Rasa stress pada ayah
sehubungan dengan adanya anggota baru dalam keluarga, sebagai kekhawatiran akan
berubahnya interaksi dengan ibu sebagai istrinya atau kekhawatiran akan
tambahan biaya. Pra orang tua yang kehilangan anak-anaknya atau pasanganya
karena kematian akan merasa kehilangan arti (sarafino,1990).
Ø Sumber-sumber stress didalam komunitas dan
lingkungan : interaksi subjek diluar lingkungan keluarga melengkapi
sumber-sumber stress. Contohnya : pengalaman stress anak-anak disekolah dan di
beberapa kejadian kompetitif, seperti olahraga. Sedangkan beberapa pengalaman
stress oang tua bersumber dari pekerjaannya, dan lingkungan yang stressful
sifatnya. Khususnya ‘occupational stress’ telah diteliti secra luas.
Ø Pekerjaan dan stress : Hampir semua orang
didalam kehidupan mereka mengalami stress sehubungan denga pekerjaan mereka.
Tidak jarang situasi yang ‘stressful’ ini kecil saja dan tidak berarti, tetapi
bagi banyak orang situasi stress itu begitu sangat terasa dan berkelanjutan
didalam jangka waktu yang lama. Faktor-faktor yang membuat pekerjaan itu ‘stressful’
ialah :
1. Tuntutan kerja :
pekerjaan yang terlalu banyak dan membuat orang bekerja terlalu keras dan
lembur, karena keharusan mengerjakannya.
2. Jenis pekerjaan :
jenis pekerjaan itu sendiri sudah lebih ‘stressful’ dari pada jenis pekerjaan
lainnya. Pekerjaan itu misalnya : jenis pekerjaan yang memberikan penilaian
atas penampilan kerja bawahannya (supervisi), guru, dan dosen.
3. Pekerjaan yang
menuntut tanggung jawab bagi kehidupan manusia : contohnya tenaga medis
mempunyai beban kerja yang berat dan harus menghadapi situasi kehidupan dan
kematian setiap harinya. Membuat kesalahan dapat menimbulkan konsekuensi yang
serius.
Menurut Sarafino (1990) stress kerja dapat disebabkan
karena :
a. Lingkungan
fisik yang terlalu menekan
b. Kurangnya kontrol
yang dirasakan
c. Kurangnya
hubungan interpersonal
d. Kurangnya pengakuan
terhadap kemajuan kerja
Ø Stress yang berasal dari lingkungan :
lingkungan yang dimaksud disni adalah lingkungan fisik, seperti : kebisingan,
suhu yang terlalu panas, kesesakan, dan angin badai (tornado,tsunami). Stressor
lingkungan mencakup juga stressor secara makro seperti migrasi, kerugian akibat
teknologi modern seperti kecelakaan lalu lintas, bencana nuklir (Peterson dkk,
1991) dan faktor sekolah (Graham,1989).
Ø Tipe-tipe
stress :
1. Tekanan : hasil
hubungan antara peristiwa-peristiwa persekitaran dengan individu. Paras tekanan
yang dihasilkan akan bergantung kepada sumber tekanan dan cara individu
tersebut bertindak balas. Tekanan mental adalah sebagian daripada kehidupan
harian. Ia merujuk kepada kaedah yang menyebabkan ketenangan individu terasa di
ancam oleh peristiwa persekitaran dan menyebabkan individu tersebut bertindak
balas. Anda boleh mengalami tekanan ketika di tempat kerja, menyesuaikan diri
dengan persekitaran baru, atau melalui hubungan sosial. Tekanan mental yang
sederhana boleh menjadi pendorong kepada satu-satu tindakan dan pencapaian
tetapi kalau tekanan mental anda itu terlalu tinggi, ia boleh menimbulkan
masalah sosial dan seterusnya menggangu kesehatan anda.
2. Frustasi
: adalah suatu harapan yang diinginkan dan kenyataan yang terjadi tidak
sesuai dengan yang diharapkan.
3. Konflik
: Berasal dari kata kerja latin configere yang berarti
saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses
sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya.
4. Kecemasan
: Banyak pengertian/definisi yang dirumuskan oleh para ahli dalam merumuskan
pengertian tentang kecemasan. Beberapa ahli yang mencoba untuk mengemukakan
definisi kecemasan, antara lain :
· Maramis
(1995) menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu ketegangan, rasa tidak aman,
kekhawatiran, yang timbul karena dirasakan akan mengalami kejadian yang tidak
menyenangkan.
· Lazarus
(1991) menyatakan bahwa kecemasan adalah reaksi individu terhadap hal yang akan
dihadapi. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang menyakitkan, seperti
kegelisahan, kebingungan, dan sebagainya, yang berhubungan dengan aspek
subyektif emosi. Kecemasan merupakan gejala yang biasa pada saat ini, karena
itu disepanjang perjalanan hidup manusia, mulai lahir sampai menjelang
kematian, rasa cemas sering kali ada.
· Saranson
dan Spielberger (dalam Darmawanti 1998) menyatakan bahwa kecemasan merupakan
reaksi terhadap suatu pengalaman yang bagi individu dirasakan sebagai ancaman.
Rasa cemas adalah perasaan tidak menentu, panik, takut, tanpa mengetahui apa
yang ditakutkan dan tidak dapat menghilangkan perasaan gelisah dan rasa cemas
tersebut.
· Tjakrawerdaya
(1987) mengemukakan bahwa kecemasan atau anxietas adalah efek atau perasaan
yang tidak menyenangkan berupa ketegangan, rasa tidak aman dan ketakutan yang
timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang mengecewakan tetapi sumbernya
sebagian besar tidak disadari oleh yang bersangkutan.
Ø Pendekatan
problem solving terhadap stress
Ø Strategi koping yang spontan mengatasi
strees :
Dukungan sosial dan konsep-konsep terkait : beberapa
penulis meletakkan dukungan sosial terutama dalam konteks hubungan yang
akrab atau ‘kualitas hubungan’ (Winnubst dkk,1988). Menurut Robin
& Salovey (1989) perkawinan dan keluarga barangkali merupakan sumber
dukungan sosial yang penting. Akrab adalah penting dalam masalah dukungan
sosial, dan hanya mereka yang tidak terjalin suatu keakraban berada pada
resiko. Para ilmuan lainnya menetapkan dukungan sosial dalam rangka jejaring
sosial. Wellman(1985) meletakkan dukungan sosial didalam analisis
jaringan yang lebih longgar : dukungan sosial yan hanya dapat dipahami kalau
orang tahu tentang struktur jaringan yang lebih luas yang didalamnya seorang
terintegrasi. Segi-segi struktural jaringan ini mencangkup
pengaturan-pengaturan hidup, frekuensi kontak, keikutsertaan dalam kegiatan
sosial, keterlibatan dalam jaringan sosial (Ritter,1988). Rook (1985)
menganggap dukungan sosial sebagai satu diantara fungsi pertalian (atau
ikatan) sosial. Segi-segi fungsional mencangkup : dukungan emosional,
mendorong adanya ungkapan perasaan, pemberian nasehat atau informasi, pemberian
bantuan material (Ritter, 1988). Ikatan-ikatan sosial menggambarkan
tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal.
Dukungan sosial sebagai ‘kognisi’ atau
‘fakta sosial’ : “Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal
dan/atau non-verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban
sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional
atau efek perilaku bagi pihak penerimaan”(Gottlieb, 1983).
Jenis dukungan sosial :
o Dukungan emosional
o Dukungan penghargaan
o Dukungan instrumental
o Dukungan informatif
Sumber :
Christian,M.2005.Jinakkan stress.Bandung:Nexx Media
Smet,Bart.1994.Psikologi
kesehatan.Jakarta:Gramedia.
0 komentar:
Post a Comment